TIDAK BELAJAR DI SEKOLAH FAVORIT BUKAN QIAMAT

Tidak Belajar di Sekolah Favorit Bukan Qiamat
Oleh: Agus Nana Nuryana, M.M.Pd.*

Kebijakan pemerintah yang memberlakukan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (P2DB) tahun 2019 melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan menuai pro dan kontra di masyarakat.

Reaksi negatif muncul karena ketidakpuasan dengan sistem zonasi yang diberlakukan yang dirasa tidak memenuhi rasa keadilan sebagian masyarakat. Mereka merasa dirugikan karena tidak bisa memilih sekolah sesuai dengan keiinginannya walaupun memiliki prestasi. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa belajar yang dilakukan dengan susah payah menjadi sia-sia karena ditolak masuk di sekolah favorit.

Berbagai penolakan ditujukan oleh masyarakat dengan berbagai cara, ada yang menuntut agar kebijakan ini ditinjau ulang atau dibatalkan bahkan ada yang menuntut agar menteri pendidikan mundur dari jabatannya. Belakangan tersebar berita viral di internet tentang seorang anak yang membakar piagam penghargaan dan piala yang dimilikinya gara-gara tidak diterima di sekolah yang diinginkannya.

Maksud pemerintah menerapkan kebijakan ini sebenarnya positif, yaitu ingin supaya pemerataan kualitas pendidikan terjadi, sehingga masyarakat seluruhnya bisa merasakan layanan pendidikan berkualitas tanpa melihat latar belakang apapun. Namun rupanya niat baik ini tidak selamaya diterima oleh masyarakat karena ada yang merasa dirugikan bahkan merasa didzolimi.

Melihat reaksi yang beragam ini, belakangan pemerintah mengeluarkan surat edaran Mendikbud tentang PPDB Nomor 3 Tahun 2019 tentang perubahan prosentase sistem zonasi yang awalnya 90% penjadi 80% dari daya tampung sekolah yang akan menerima peserta didik baru untuk meredam gejolak yang terjadi.

 

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah memang tidak akan memuaskan semua lapisan masyarakat, namun kalau kita melihat niat baik yang dilakukan maka kita patut mengapresiasi kebijakan tersebut dengan berbagai pandangan yang dapat membantu pemerintah dalam menjalankan kebijakan tersebut. Kebijakan yang dikeluarkan pasti akan menanggung resiko, oleh karena itu semua pihak harus bisa menyikapi resiko tersebut dengan mencari solusi terbaik demi kemaslahatan bangsa.

 

Pemberlakukan kebijakan ini setidaknya mengundang berbagai pemikiran dan sikap yang positif dari berbagai pihak antara lain:

1.    Pemerintah

Ketika pemerintah ingin menjalankan kebijakan ini, maka sebelumnnya harus melalui beberapa tahapan analisis tentang baik buruknya penerapan kebijakan. Selain itu pemerintah harus mencari solusi terbaik agar resiko negatif bisa ditangani. Seperti misalnya pemerintah menguapayakan agar semua sekolah memiliki kualitas yang sama dalam berbagai aspek yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran sehingga masyarakat tidak ragu untuk belajar di sekolah manapun.

Pemerataan kualitas sekolah/madrasah sangat penting dilakukan agar tidak ada lagi istilah sekolah favorit atau sekolah. Adanya stigma sekolah favorit dan tidak favorit dalam masyarakat menjadi kondisi yang kurang baik dan melemahkan dunia pendidikan, sebab ada sebagian pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa menyekolahkan anaknya di sekolah favorit bisa menjamin masa depan mereka menjadi lebih baik, padahal semua itu belum tentu benar.

2.    Orang tua

Cara berpikir orang tua yang selama ini harus menyekolahkan anak ke sekolah favorit harus mulai diubah, sebab anak berprestasi itu tidak hanya diukur dengan nilai akademik tinggi atau berbagai penghargaan yang diterima, nilai akademik harus juga disertai dengan nilai sikap dan spiritual yang baik, orang tua harus berpikir bagaimana proses anak itu mendapatkan nilai.

Pembentukan karakter yang baik dalam diri seorang anak itu jauh lebih penting dari angka-angka yang mereka dapatkan. Anak yang memiliki karakter baik, belajar di sekolah manapun pasti akan memiliki prestasi, bahkan mereka bisa mendorong teman-temannya yang lainnya untuk menajadi lebih baik sehingga pemerataan pendidikan dapat dirasakan oleh semua pihak.

Adanya istilah sekolah favorit dan non favorit juga terkadang menjadi ajang persaingan antar orang tua. Sebagian orang tua akan merasa bangga dan terangkat gengsinya jika anaknya bisa belajar di sekolah yang menurut mereka termasuk sekolah favorit, oleh karena itu mereka berupaya dengan berbagai cara agar anaknya bisa belajar di sekolah favorit walaupun terkadang harus menggunakan cara yang kurang baik, dan ini artinya sudah mendidik anaknya secara tidak langsung untuk melakukan hal yang tidak baik.

3.    Anak

Selama ini kita melatih anak untuk bisa berkompetisi dengan orang lain, yang terkadang untuk memenagkan kompetisi tersebut dilakukan dengan cara yang tidak sesuai atau menyalahi aturan. Padahal ada yang lebih penting yaitu mengajarkan anak untuk bisa bekerjasama dengan orang lain, hal ini akan menumbuhkan kepedulian sosial yang tinggi dalam diri anak yang tidak melulu memikirkan diri sendiri.

Pendidikan anak harus disesuaikan dengan tuntutan zaman yang sedang berlangsung, saat ini kita sedang menghadapi tantangan abad 21 termasuk dalam dunia pendidikan yang menuntut agar peserta didik menguasai empat tangtangan yang harus diahadapi yang dikenal dengan istilah 4C yaitu (Critical Thinking and problem solving, Creativity and innovation, Communication, dan Collaboration).


Diakui atau tidak, selama ini kita hanya mengukur keberhasilan anak dalam belajar hanya menilai prestasi akademik saja, padahal prestasi akademik harus juga dibarengi dengan pembentukan karakter baik dalam diri anak. Prestasi akademik yang diraih saat ini belum tentu bisa menghantarkan keberhasilan anak di masa yang akan datang begitu mereka menjalani kehidupan yang sebenarnya di masyarakat.

 

Di zaman sekarang dimana teknologi berkembang dengan sangat pesat, banyak sekali cara untuk mengakses ilmu pengetahuan yang tidak terbatas tempat, ruang dan waktu. Serorang anak yang belajar di sekolah Favorit atau bukan memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkannya, apalagi saat ini peralatan teknologi sudah merambah ke semua kalangan di masyarakat.

 

Lain halnya dengan pendidikan karakter atau kompetensi sikap dan spiritual, seseorang untuk mendapatkan kecakapan tersebut harus melatih dan mengasahnya dengan bimbingan dari orang lain atau guru. Kecakapan inilah yang sebetulnya akan sangat bermanfaat bagi anak dikemudian hari.

 

Banyak contoh orang yang berhasil dalam kehidupannya walaupun belajarnya tidak di sekolah/madrasah favorit, atau bahkan terjadi sebaliknya. Katakan saja Thomas Alva Edison, seorang pengusaha dan penemu/peneliti sukses di dunia yang tidak belajar di sekolah favorit bahkan disekolah formal karena dicap oleh gurunya termasuk anak yang tertinggal atau bodoh, namun berkat bimbingan ibunya dia bisa menjadi orang yang bisa dikenal sampai saat ini.

 

Bisa di bayangkan oleh kita seandainya Thomas Alva Edison yang tidak banyak mengahabiskan waktu belajarnya di sekolah formal/favorit tidak menemukan bola lampu yang manfaatnya bisa kita rasakan sampai saat ini, mungkin kita tidak bisa menikmati terangnya malam hari ketika kita beraktifitas. Jadi untuk menjadi orang yang berhasil dalam kehidupan tidak mesti belajar di sekolah favorit, sebab masa depan kita yang menentukan.

 

*Guru Matematika di MTs Cijangkar Ciawi dan Pembina ekskul Jurnalistik MTs Cijangkar, blog bisa dikunjungi http://www.jurnalistikmtscijangkar.blogspot.com

*Penulis juga aktif mengelola blog pribadi bertema Pendidikan Karakter dan dapat di kunjungi di http://www.agusnananuryana2.blogspot.com

*Penulis juga aktif sebagai pegiat Literasi Madrasah dan saat ini mengelola sebuah komunitas yang bernama KALIMAH (Komunitas Aktivis Literasi Madrasah). Website KALIMAH bisa dikunjungi melalui http://www.gokalimah.com

*Selain itu penulis juga tercatat sebagai anggota PERGUMAPI (Perkumpulan Guru Madrasah Penulis). Website PERGUMAPI bisa dikunjungi melalui http://www.pergumapi.or.id

*Penulis juga aktif di komunitas Gumeulis (Guru Menulis) Tasikmalaya

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TIDAK BELAJAR DI SEKOLAH FAVORIT BUKAN QIAMAT"

Post a Comment

Senja hari

Hdjshdhdhrjdhbbdd

Pendidikan Karakter

Recent Posts