KAMPUNG NAGA TANAH ADAT YANG MELEGENDA
Kampung Naga Tanah Adat yang Melegenda
Oleh: Agus Nana Nuryana, M.M.Pd.*
Setiap daerah pada mulanya pasti mempunyai
adat istiadat yang menjadi ciri khas, namun sayang tidak semuanya bisa tetap
bertahan seiring perubahan zaman yang terkontaminasi dengan pengaruh budaya
yang secara global menyebar dengan sangat mudah dan cepat melalui beberapa
media yang digunakan semua kalangan.
Tak bisa dibantah kemajuan teknologi mempunyai
andil yang sangat besar dalam perubahan peradaban suatu daerah. Mudahnya mengakses
berbagai informasi yang tak terbatas ruang dan waktu memberikan pengaruh
terhadap perubahan sikap dan prilaku seseorang yang pada mulanya mungkin sudah
memiliki kebudayaan sendiri.
Dalam suatu perjalanan menyusuri suatu tempat
yang merupakan tanah adat dengan sebagian penduduknya masih berupaya terus
mempertahankan adat istiadat yang diwariskan secara turun temurun saya
menemukan beberapa hal yang patut menjadi bahan pemikiran dan renungan kita
semua.
Lihat Juga: Curug Dengdeng Niagara Tasikmalaya
Lihat Juga: Curug Dengdeng Niagara Tasikmalaya
Adalah Kampung Naga yang berlokasi di desa
Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat berjarak sekitar 30
KM dari pusat kota Tasikmalaya, merupakan suatu kawasan yang masih berupaya
mempertahankan tanah adatnya dari pengaruh budaya luar. Sebagian penduduknya
mencoba bertahan dengan budaya warisan nenek moyang mereka yang sudah
berlangsung puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu.
Memasuki kawasan tersebut, kita di suguhi
dengan tantangan yang harus menyusuri
anak tangga sebanyak kurang lebih 450 an. Namun jangan khawatir sebab untuk
perjalanan masuknya posisi jalan menurun, jadi kita tinggal menahan
keseimbangan badan agar bisa sampai ke tujuan. Namun ketika perjalanan pulang
kita harus bersia-siap menyediakan tenaga ekstra karena harus menyusuri anak
tangga dengan posisi menanjak.
Mulai memasuki Kampung Naga suasana beda
sudah terasa, dari kejauhan diatas anak tangga sudah terlihat deretan rumah
yang atapnya terbuat dari ijuk merupakan ciri khas dari Kampung Naga. Suasana kampung
yang khas kental terasa, sungai yang airnya masih mengalir dengan deras yang di
pinggirnya juga berderet sawah semakin menambah jelas tradisi yang dijaga di kawasan
tersebut.
Sampai di pintu masuk perkampungan, saya dan rombongan tidak langsung masuk, namun kami melakukan botram atau makan bersama di pinggir sungai sambil menikmati alam yang masih asri. Selesai mencicipi makanan yang sengaja kami bawa dari rumah, saya mencoba mencari informasi tentang Kampung Naga dan kebetulan ada seorang pedagang cincaw bernama kang Oloy yang sedang nongkrong menunggu pembeli.
Sampai di pintu masuk perkampungan, saya dan rombongan tidak langsung masuk, namun kami melakukan botram atau makan bersama di pinggir sungai sambil menikmati alam yang masih asri. Selesai mencicipi makanan yang sengaja kami bawa dari rumah, saya mencoba mencari informasi tentang Kampung Naga dan kebetulan ada seorang pedagang cincaw bernama kang Oloy yang sedang nongkrong menunggu pembeli.
Pria yang merupakan keturunan asli Kampung
Naga ini menceritakan perihal Kampung Naga sesuai pertanyaan yang saya ajukan.
Kang Oloy sendiri sekarang tinggal di luar Kampung Naga yang luasnya terbatas
yaitu hanya sekitar 1,5 hektar dan tidak bisa ditambah kembali karena
ketersediaan lahan yang terbatas. Ketua adat memang memberikan kebebasan kepada
penduduknya untuk tetap tinggal di kawasan Kampung Naga atau boleh juga tinggal
di luar, bahkan ada yang sempat tinggal di luar negeri karena bekerja dan
sekolah.
Memasuki Kampung Naga, pertama yang kami
temukan adalah kondisi bangunan rumah yang khas yaitu hampir semua bahannya
terbuat dari kayu dan bentuknya semua sama. Bahan atap dari ijuk merupakan ciri
khas yang paling kental dari rumah yang ada di Kampung Naga, selain itu posisi
rumah dibuat sama yaitu harus menghadap utara atau selatan.
Kedatangan kami kesana rupanya bukan
diwaktu yang tepat karena saat itu sedang ada acara adat yang berlangsung
sehingga kami tidak bisa berkeliling ke seluruh Kampung. Biasanya kalau ada
tamu rombongan semestinya membuat janji dulu sehingga waktunya bisa disepakati
dan pengunjung akan diterima disuatu tempat yang bernama bale kampung, yang
saat itu tidak diperkenankan dikunjungi, dan kami pun tidak bisa bertemu dengan
ketua adat yang sedang melaksanakan ritual tersebut, kami hanya ditemani oleh
pemandu yang bertugas memberi penjelasan seputar Kampung Naga dan mereka juga bertugas
untuk menjaga tamu agar tidak memasuki areal yang dipakai untuk ritual.
Lihat juga: Batu Mahpar Lava Keras Galunggung
Lihat juga: Batu Mahpar Lava Keras Galunggung
Pemandu yang menemani kami saat itu adalah
seorang bapak paruh baya yang bernama Ana Risman, beliau menjelaskan secara
singkat tentang Kampung Naga dan menjawab beberapa pertanyaan yang kami ajukan.
Beliau merupakan salah satu penduduk yang bertahan tinggal di sana karena kecintaannya
terhadap adat warisan leluhurnya, dan beliau rela menikimati hidup dengan serba
sederhana ditengah kehidupan sekarang yang serba moderen dengan berbagai
fasilitas hidup yang menyenangkan.
Rupanya kegigihan mempertahankan adat ini yang
menjadi salah satu daya tarik sehingga banyak orang yang ingin menyambangi
Kampung Naga, walaupun saya melihat ada beberapa barang modern yang dipakai di
sana seperti televisi dan Hand Phone, sedang sumber energi listriknya mengguna
daya accu karena di Kampung Naga ini tidak diperbolehkan memakai energi listrik
dari PLN, hal ini menurut Pa Ana Risman agar tidak terjadi kesenjangan antar
warga disana, karena dengan adanya listrik maka beberapa peralatan modern bisa
masuk dan warga akan berlomba-lomba dalam memenuhi perlengkapan-perlengkapan
tersebut.
Kebanyakan pengunjung yang datang ke sana
adalah karena penasaran dan ada juga yang melakukan penelitan karena Kampung Naga
ini sudah dijadikan cagar budaya oleh pemerintah, dan pengunjung yang datang
merupakan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Masuk ke sana kita
tidak dipungut biaya, cukup membayar parkir untuk kendaraan yang kita bawa, dan
di sepanjang jalan menuju Kampung Naga banyak yang berjualan oleh-oleh baik
makanan khas atau pernak pernik seputar Kampung Naga.
Ternyata tak sesakral
yang di bayangkan, ketika melihat suasana secara langsung di Kampung Naga,
rupanya pengaruh perkembangan zaman sudah mulai menyusup sedikit demi sedikit
mempengaruhi adat yang turun temurun dijaga oleh
para pewarisnya dan ada beberapa keturunannya yang tergoda sehingga harus keluar
dan hidup di luar Kampung Naga yang saat ini hanya terdapat 112 bangunan yang
terdiri dari 110 tempat diantaranya merupakan tempat tinggal.
Namun kekhasan yang tidak ada di tempat
lain tak bisa dipungkiri menjadi pesona yang menarik untuk dinikmati dan
diteliti, seperti bentuk rumah yang masih kebanyakan berbahan kayu dan beratap
ijuk serta aturan dalam pembuatannya, pelaksanaan ritual-ritual tertentu yang
masih berlangsung dan banyak keunikan lainnya.
Beruntung masih ada pewarisnya yang mau
mempertahankan adat istiadat tersebut, sehingga sampai saat ini masih terjaga. Tak
mudah memang bertahan dalam kesederhanaan dan keterbatasan, hanya kecintaan terhadap
warisan nenek moyang yang menjadi kekuatan sehingga adat itu terus dijaga.
*Penulis juga aktif sebagai pegiat Literasi Madrasah dan saat ini
mengelola sebuah komunitas yang bernama KALIMAH (Komunitas Aktivis Literasi
Madrasah). Website KALIMAH bisa dikunjungi melalui http://www.gokalimah.com
*Selain itu penulis juga tercatat sebagai anggota PERGUMAPI
(Perkumpulan Guru Madrasah Penulis). Website PERGUMAPI bisa dikunjungi melalui http://www.pergumapi.or.id
*Penulis juga aktif di komunitas Gumeulis (Guru Menulis)
Tasikmalaya
0 Response to "KAMPUNG NAGA TANAH ADAT YANG MELEGENDA"
Post a Comment