MENJADI GURU BEDA
Menjadi Guru Beda
Oleh: Agus Nana Nuryana, M.M.Pd.*
*Guru Matematika di MTs Cijangkar Ciawi Tasikmalaya |
Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu
di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha mengenal.
(QS, Al-Hujurat: 13)
Sudah menjadi sunnatulloh bahwa manusia diciptakan oleh Alloh swt. berbeda-beda. Tidak ada satupun mahkluk yang diciptakan-Nya walaupun sejenis akan memiliki kesamaan
yang persis 100%. Itulah kemahakuasaan Alloh swt. Yang tidak akan bisa ditandingi oleh siapapun. Penciptaan makhluk
yang dibuat berbeda-beda ini seharusnya menjadi suatu hal yang membawa kebaikan, karena dengan perbedaan satu dan
yang lainnya akan saling mengisi kekurangannya sehingga semua mahluk bisa hidup dengan nyaman tanpa kekurangan sesuatu apapun.
Pada dasarnya awal mula penciptaan manusia sama yaitu diciptakan oleh Alloh swt. dari ‘tanah’. Pada mulanya Alloh swt. Menciptakan nabi Adam as. seorang diri, namun karena nabi Adam as. merasa kesepian maka Alloh swt.
menciptakan teman Adam yaitu Hawa, dari sini sudah tampak perbedaan tentang penciptaan manusia.
Kemudian setelah Adam dan Hawa diturunkan ke bumi,
mulailah tersebar manusia dengan berbagai perbedaan hasil dari hubungan biologi yang dilakukan keduanya.
Alloh swt. menciptakan semua manusia pada hakikatnya sama, semua memiliki potensi tanpa ada perbedaan namun dalam bentuk fisik yang bermacam-macam agar manusia bisa saling mengenal. Dihadapan Alloh swt. semua manusia sama, tidak dilihat dari bentuk fisik,
kedudukan, suku, bangsa dan ras, namun yang menjadi penentu kemulian seseorang dihadapan Aloh swt.
adalah karena taqwanya.
Perbedaan
yang terjadi diantara manusia bukan berarti bahwa seseorang atau segolongan manusia diciptakan oleh Alloh swt. lebih baik,
namun bagaimana seseorang itu bisa mengoptimallkan berbagai potensi
yang diberikan oleh Alloh swt.
tanpa melanggar aturan
yang sudah ditetapkan-Nya,
sehingga orang tersebut bisa mendapatkan derajat kemuliaan disisi Aloh swt. Potensi yang diberikan Alloh swt. kepada seluruh manusia sama, tidak ada
yang lebih diantara yang
lainnya, tergantung bagaimana manusia memanfaatkan potensinya secara
optimal.
Menjadi seorang yang berbeda diantara yang sama menjadi suatu keunggulan tersendiri bagi yang melakukannya. Setiap orang
pasti memiliki potensi dalam dirinya masing-masing yang bisa dikembangkan, tergantung bagaimana orang tersebut mengolah potensinya sehingga menjadi unggul dari
orang lain. Keunggulan yang dimiliki oleh seseorang sebenarnya bukan karena
orang tersebut lebih hebat, namun karena orang tersebut bisa mengoptimalkan semua potensinya yang tidak dilakukan oleh
orang lain.
Tidak ada manusia
yang sempurna di dunia ini, yang dianggap sempurna oleh
orang lain adalah justru
yang bisa mengembangkan potensinya secara
optimal sehingga berbeda dengan orang lain. Bukankah Alloh swt. telah menyampaikan bahwa ilmu
yang dimiliki oleh manusia itu hanya sedikit? Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri
di dunia ini, mereka mesti saling membutuhkan dan saling mengisi kekurangan satu sama lainnya.
Seorang
yang bergelar professor belum tentu bisa menambal
ban mobilnya yang bocor dengan baik, maka dia harus membawanya kepada seorang
yang ahli walaupun mungkin secara akademik dia tidak pernah mengenyam pendidikan
formal. Itulah perbedaan yang
dikembangkan, sehingga manusia bisa saling membantu satu dengan yang lainnya. Kehidupan sosial manusia mutlak diperlukan untuk tetap menjaga keberadaan manusia
di muka bumi ini,
jika manusia sudah tidak bisa hidup bersosial maka ini adalah ciri kehancuran.
Memilih profesi sebagai
guru, banyak orang yang bisa melakukannya,
namun dari sekian banyak orang yang menjadi guru mungkin hanya sedikit
guru yang memiliki perbedaan dengan guru-guru yang lainnya, menjadi
guru beda tidak semua orang bisa melakukannya. Kenapa harus menjadi
guru beda?
Melaksanakan tugas guru seperti biasa mungkin semua
orang mudah melakukan,
namun menjadi guru luar biasa tidak semua
guru mampu melakukannya. Sebetulnya dengan tugas guru yang begitu banyak sudah menunjukan perbedaan profesi guru dengan profesi lain,
pekerjaan guru sebenarnya tidak terbatas ruang dan waktu,
bisa 24 jam dalam sehari
guru mengerjakan tugasnya sebab tugas
guru bukan hanya melakukan tatap muka di kelas dan melakukan kegiatan pembelajaran untuk mentransfer ilmu pengetahuannya kepada peserta didik namun
guru juga memiliki tugas mendidik kepada peserta didik
yang waktu dan tempatnya tidak bisa dibatasi. Setiap saat
guru harus berprilaku sebagai guru, baik di keluarga,
lingkungan masyarakat apalagi di
lingkungan sekolah/madrasah,
sebab guru adalah orang
yang setiap perilakunya harus menjadi contoh dan panutan bagi semua orang tidak dibatasi oleh siswa sebagai peserta didiknya.
Menjadi
guru harus siap dengan berbagai konsekwensi, tidak hanya menjadi
orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni dalam bidangnya,
namun guru juga secara ilmu kependidikan, secara pribadi dan
sosial harus memiliki kematangan yang patut dicontoh oleh
orang lain terutama oleh peserta didik
yang menjadi tanggungjawab
guru secara langsung di
sekolah/madrasah dalam hal pendidikannya.
Menurut pengalaman penulis sebagai praktisi pendidikan, di lapangan saat ini masih banyak
guru yang baru sebatas mentransfer ilmu pengetahuan
yang dimilikinya kepada peserta didik dalam menjalankan tugasnya sebagai
guru dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Masih banyak
yang belum menyadari bahwa tugas
guru tidak hanya sebatas mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka kebanyakan hanya memperhatikan satu aspek kompetensi yang harus dikuasai dan kurang memperhatikan aspek kompetensi
yang lainnya.
Setiap saat guru harus menjadi manusia pembelajar, sebab setiap hari
guru harus mengurus pendidikan manusia
yang sifatnya dinamis. Perubahan yang begitu cepat dalam berbagai aspek kehidupan manusia harus bisa diimbangi oleh seorang guru agar eksistensi mereka selalu bisa diakui.
Guru harus mampu menghadapi semua tantangan yang dihadapi dengan cara terus belajar dalam menghadapi semua persoalan,
guru harus bisa menjadi sosok
yang patut untuk digugu dan ditiru oleh peserta didiknya
agar wibawanya sebagai guru
tidak luntur dihadapan peserta didiknya.
Menjadi
guru beda sebenarnya tidak mesti melalukan hal-hal
yang lebih di luar tugasnya selain guru, jika seorang guru sudah bisa melaksanakan tugasnya sesuai dengan tupoksi
yang di tetapkan dan selalu mengupgrade kemampuannya dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan, maka menurut penulis
guru tersebut sudah menjadi guru ‘beda’, sebab tidak semua
orang yang berprofesi sebagai
guru bisa melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan
yang sudah ditetapkan.
Dari dulu sampai sekarang kinerja guru selalu menjadi
sorotan, berbagai tanggapan miring tentang guru seringkali kita dengarkan, terkadang
guru juga menjadi orang yang paling disalahkan jika terjadi suatu penyimpangan
yang dilakukan oleh seorang peserta didiknya. Menjalankan tugas sebagai seorang
guru memang menjadi pilihan yang berat, bagaikan makan buah simalakama. Satu
sisi guru harus secara tegas menjalankan tugasnya dalam upaya mendidik, namun
di sisi lain ada yang merasa tidak nyaman kalau guru menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan. Pada akhirnya banyak guru yang memilih posisi aman dan
terkadang bersikap apatis terhadap
perilaku peserta didik yang menyimpang sehingga hal ini menyebabkan
permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua guru memiliki
tanggung jawab yang sama dalam menjalankan tugasnya, dalam semua profesi pasti
ada yang kurang ataupun lebihnya. Melihat kejadian yang terjadi saat ini dalam
dunia pendidikan yang dirasa sudah banyak terjadi penyimpangan dan mengalami
kemunduran semestinya menjadi bahan renungan untuk kita semua, tidak hanya guru
namun semua pihak harus ikut memikirkan dan mencari solusi untuk perbaikannya,
sebab tanggung jawab pendidikan tidak hanya tertumpuk pada pundak para guru,
semua elemen masyarakat harus terlibat karena ini menjadi persoalan bangsa yang
dapat mempengaruhi keutuhan dan kemajuan negara.
Sebagai renungan bagi para guru dalam menyelesaikan
masalah pendidikan yang saat ini sedang terjadi menurut hemat penulis adalah
salah satunya dengan meningkatkan kesadaran dan kemampuan dalam menjalankan
tugas sebagai guru. Konsep tentang tugas guru yang saat ini dibuat oleh
pemerintah sebetulnya sudah tepat dalam sistem pendidikan kita yang merujuk
pada upaya tercapainya tujuan pendidikan nasional yang disesuaikan dengan
tujuan dan budaya negara kita, tinggal bagaimana para guru bisa menjalankan
tugasnya sesuai dengan tupoksi yang sudah ditetapkan tersebut.
Dalam upaya menjalankan tugas guru sesuai tupoksi
tersebut memang tidak semudah yang kita bayangkan, karena yang dihadapi oleh
guru adalah mahkluk hidup yang selalu dinamis yang bisa terpengaruh oleh
perilaku-perilaku yang mereka temukan di luar sekolah, dan ini menjadi
tantangan bagi guru untuk menangkal pengaruh yang tidak baik dari lingkungan di
luar sekolah/madrasah.
Upaya para guru untuk mengoptimalkan dalam menjalankan tugasnya merupakan sebuah upaya
yang mutlak harus dilakukan. Profesi guru
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan, yaitu menciptakan insan
Indonesia yang cerdas, komprehensif dan kompetitif. Keseriusan dan kemampuan guru dalam menjalankan tugasnya
memang sangat dibutuhkan, menjadi guru “beda’ adalah sebuah pilihan yang tepat
sebagai sebuah tanggung jawab profesi yang harus dilaksanakan oleh seorang
guru.
Menjadi guru beda memang memerlukan pengorbanan yang
sangat berat, namun semua itu harus dijalani sebagai bentuk tanggungjawab dalam
menjalankan tugas profesi. Tuntutan yang sangat berat terhadap profesi guru dengan
berbagai kekurangannya menunjukan bahwa profesi sebagai guru bukan perkara yang
mudah seperti anggapan yang selama ini terjadi di masyarakat. Objek yang menjadi
tanggungjawab guru adalah manusia, jadi kalau seorang guru membuat kesalahan
dalam menjalankan tugasnya sehingga menghasilkan output yang ‘kurang berkualitas’, maka kegagalan itu akan dirasakan
‘seumur hidup’ oleh peserta didiknya dan resikonya bahwa kesalahan itu juga
akan ikut tersebar ke lingkungan lain dimana output itu berada.
Tugas guru di era milenial saat ini dimana fase revolusi
industri 4.0 sedang berlangsung, menuntut guru untuk terus menjadi manusia
pembelajar yang selalu mengikuti perkembangan zaman yang bergerak dengan sangat
cepat. Dengan kemajuan teknologi dan informasi maka sumber pembelajaran bisa
dengan mudah diperoleh, guru dan peserta didik bisa bersaing untuk duluan
menguasai pengetahuan yang sedang dibahas di sekolah/madrasah yang tersebar dan
dengan mudah bisa didapatkan dari berbagai sumber dengan menggunakan
kecanggihan teknologi.
Semakin cepat dan mudahnya arus informasi yang diterima
oleh manusia tanpa pandang positif atau negatif menambah tugas berat guru untuk
mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam menyerap informasi yang mereka
dapatkan, sehingga tugas guru sebagai pendidik lebih dominan dibutuhkan
ketimbang sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan. Hal ini
perlu dilakukan untuk menangkal pengaruh negatif yang diterima oleh peserta
didik dari berbagai sumber informasi yang tidak bisa dicegah dan dibantah,
peran guru sebagai pendidik inilah yang mesti diperkuat oleh seorang guru yang
semestinya menguasai kompetensi personal dan kompetensi sosial tidak hanya
memperkuat kompetensi paedagogik dan profesional saja.
Posisi seorang guru benar-benar harus bisa digugu dan
ditiru oleh peserta didiknya, hal ini memerlukan kematangan personal dari
seorang guru untuk menempatkan diri sesuai dengan posisinya. Kalau hal ini
tidak disadari dan diantisipasi oleh guru, maka jangan berharap bahwa peserta
didik akan menuruti apa yang diperintahkannya sehingga dengan kejadian ini
terjadilah konflik antara guru dan peserta didik yang menyebabkan hubungannya
tidak harmonis dan inilah yang mungkin menyebabkan banyak terjadinya
kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik atau pun
sebaliknya.
Tujuan pendidikan nasional menurut UU Sisdiknas no. 20
tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.” Melihat tujuan pendidikan
nasional tersebut jelas bahwa tugas guru sebagai pendidik lebih dominan
dibanding sebagai pengajar, guru dituntut untuk membentuk karakter peserta
didik agar menjadi manusia Indonesia yang ‘paripurna’ yang dapat mengangkat
harkat martabat diri dan negaranya.
Untuk membentuk karakter yang baik seorang peserta didik,
maka guru harus terlebih dahulu berkarakter baik, guru harus menjadi
suritauladan dalam segala hal bagi peserta didiknya. Saat ini banyak stigma
negatif yang ditujukan kepada guru yang dinilai belum bisa meningkatkan
kualitas pendidikan sedangkan kesejahteraanya sudah diperhatikan dan
ditingkatkan oleh pemerintah walaupun belum merata dirasakan oleh semua guru.
Bahkan dikalangan guru dikenal beberapa penyakit mental yang dimiliki seperti
yang disampaikan oleh Mulyasa antara lain: Virus
EBOLA (Enggan Belajar Otaknya Lamban), TBC (Tidak Bisa Computer), Kurap
(Kurang Aplikatif), Kudis (Kurang Disiplin), Asma (Asal Masuk), Hipertensi
(Hiruk Persoalkan Tentang Sertifikasi), Mual (Mutu Ujian Amat
Lemah), Asam Urat (Asal Selesai Mengajar, Materi Usang Kurang Akurat), Kram
(Kurang Terampil), Gatal (Galau Tanpa Alasan), Tipus (Tidak Punya Selera), Koreng
(Kurang Objektif, Ribet, Enggan Bertanggung jawab), Virus SMS
(Susah Melihat Orang Lain Senang), Lesu (Lemah Sumber), Liper
(Lemah Ilmu Pengetahuan, Empati Rendah), Diabetes (Dihadapan Anak
Bekerja Tidak Serius).
Diakui atau tidak saat ini masih
banyak guru yang mengidap penyakit mental tersebut, kalau guru sudah bisa
mengatasi penyakit-penyakit mental yang dituliskan di atas, maka guru tersebut
patut disebut guru beda. Menjadi guru beda menjadi keniscayaan bagi siapa saja
yang berprofesi sebagai guru yang dituntut untuk meningkatkan kualitas
pendidikan nasional sesuai dengan cita-cita bangsa ditengah persaingan global
yang tidak bisa dibendung akibat semakin pesatnya kemajuan teknologi dan
informasi yang terjadi saat ini. Sebagai negara yang memiliki kepribadian dan
beragama kita tidak bisa menerima begitu saja pengaruh global yang saat ini
berseliweran, oleh karena itu kita harus menyiapkan putra-putri bangsa yang
berkualitas dan mampu bersaing secara global namun juga dibekali dengan
norma-norma atau karakter baik bangsa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Mudah-mudahan semakin banyak guru yang membuka dirinya untuk menjadi guru beda
demi terwujudnya Negara Kasatuan Republik Indonesia yang baldatun warobbungofur. Amin
Artikel ini juga di muat di https://www.kompasiana.com/agusnuryana/5cabf4e295760e52660d3712/menjadi-guru-beda?page=all
*Guru Matematika di MTs Cijangkar Ciawi dan Pembina ekskul Jurnalistik
MTs Cijangkar, blog bisa dikunjungi
http://www.jurnalistikmtscijangkar.blogspot.com
*Penulis juga aktif sebagai pegiat Literasi Madrasah dan saat ini
mengelola sebuah komunitas yang bernama KALIMAH (Komunitas Aktivis Literasi
Madrasah). Website KALIMAH bisa dikunjungi melalui http://www.gokalimah.com
*Selain itu penulis juga tercatat sebagai anggota PERGUMAPI
(Perkumpulan Guru Madrasah Penulis). Website PERGUMAPI bisa dikunjungi melalui http://www.pergumapi.or.id
*Penulis juga aktif di komunitas Gumeulis (Guru Menulis)
Tasikmalaya
0 Response to "MENJADI GURU BEDA"
Post a Comment